Mengapa Orang Miskin Lebih Pendek Umur?
Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Namun, uang dapat membantu seseorang terhindar dari efek buruk stres dan perasaan tidak bahagia. Demikian penelitian terbaru di Inggris tentang hubungan kekayaan materi dan tingkat stres terhadap panjang umur seseorang.
Penelitian itu menemukan, orang kaya yang stres hidup lebih lama dibandingkan orang miskin yang juga stres. Temuan ini mengonfirmasi betapa buruknya kombinasi faktor kemiskinan dan stres bagi kesehatan manusia.
"Dua efek itu ibarat ''bom''," kata Antonio Ivan Lazzarino, peneliti di University College London, Inggris, Selasa, 4 Desember 2012. Menurutnya, gabungan kemiskinan dan stres bisa meningkatkan peluang angka kematian seseorang.
Desain penelitian tidak memerinci seberapa lama umur seseorang jika dia kaya dan stres dibandingkan miskin dan stres. Penelitian, yang diterbitkan dalam jurnal Archives of Internal Medicine, juga belum dapat menjawab alasan orang kaya dapat menolerir stres lebih baik secara biologis.
"Kami hanya menemukan hubungan antara kekayaan, stres dan kematian. Tidak berarti membuktikan sebab akibat," ujar Lazzarino.
Tim peneliti memeriksa lebih dari 66.500 responden di Inggris yang berusia 35 tahun atau lebih pada 1994-2004. Seluruh responden tidak ada yang memiliki penyakit kanker atau jantung selama mengikuti delapan tahun penelitian.
Para responden ditanyai seputar pekerjaan. Misalnya, apakah mereka tergolong pekerja tidak terampil atau memegang posisi manajerial; apakah mereka memiliki gejala kecemasan, depresi, tidak percaya diri, atau disfungsi sosial.
Seluruh data kemudian diolah secara statistik. Faktor jenis kelamin dan usia sebagai pemicu kematian, dikesampingkan. Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa responden yang miskin dan tertekan akan meninggal lebih awal.
"Memiliki lebih banyak uang bisa mengurangi dampak buruk stres. Sedangkan pendapatan rendah akan menguatkan efek merugikan dari stres," kata Lazzarino.
Profesor Glyn Lewis, pakar epidemiologi psikiatri di Universitas Bristol di Inggris, tidak terkejut dengan temuan tersebut. Ia mengatakan orang miskin memang memiliki lebih sedikit cara untuk memerangi stres.
Sebagai contoh, jika mobil rusak, orang kaya mampu menyewa mobil baru atau memperbaikinya secara cepat, atau memiliki asuransi untuk mengatasinya. "Anda tidak akan terlalu stres jika memiliki cukup uang untuk keluar dari kondisi itu," ujar Lewis, yang tidak terlibat dalam penelitian.
Lazzarino membenarkan argumen Lewis. Ia mengatakan, orang kaya memiliki alternatif yang lebih baik untuk mengelola tekanan hidup. Selain itu, penelitian sebelumnya menunjukkan, orang kaya memiliki sistem kardiovaskuler yang lebih terjaga. Kondisi ini membuat orang kaya lebih cepat pulih dari dampak stres akut yang berpotensi merusak jantung.
Penelitian ini diakui masih perlu banyak perbaikan. Namun, Lazzarino mengatakan, temuan ini dapat membantu peneliti memperbaiki alat mengukur stres. Sebab, stres sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. "Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemeriksaan tingkat stres mungkin sangat berguna dan menghemat biaya," ujarnya.